Monday, November 8, 2010

Membongkar Suap Hakim Konstitusi

ISU suap mengguncang Mahkamah Konstitusi. Peniupnya bukan politikus yang gemar omong kosong, melainkan sosok yang karib dengan lingkungan Mahkamah Konstitusi. Dialah Refly Harun. Refly yang mendalami hukum tata negara pernah menjadi staf ahli di Mahkamah Konstitusi. Melalui kolom yang ditulisnya di sebuah harian Ibu Kota, Refly mengatakan mengetahui dengan mata kepala sendiri uang dolar AS senilai Rp1 miliar yang kata pemiliknya akan diserahkan ke salah satu hakim Mahkamah Konstitusi.

Tulisan itu tentu membuat publik bertanya-tanya, siapakah dari sembilan hakim konstitusi itu yang telah menjual hati nuraninya, yang telah menerima suap? Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD segera bereaksi. Dia bergegas meminta Refly membuktikan pernyataannya. Refly pun ditunjuk memimpin sebuah tim investigasi untuk membongkar dugaan suap hakim konstitusi itu. Isu suap itu jelas menggegerkan. Sejak resmi terbentuk pada 13 Agustus 2003, Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang berwibawa dan disegani. Jauh dari ingar-bingar isu suap dan makelar perkara. Bahkan, publik mencatat Mahkamah Konstitusi telah membuat sejarah dengan membuka rekaman percakapan berkaitan dengan adanya dugaan mafia perkara yang melibatkan Anggodo.

Bila Mahkamah Konstitusi ternyata juga dikotori suap dan mafia perkara, lembaga mana lagi yang dapat dipercaya rakyat? Bukan rahasia, kepercayaan publik terhadap kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan sudah berada di titik paling rendah. Kita berharap tim investigasi pimpinan Refly dengan anggota Adnan Buyung Nasution, Bambang Widjojanto, Bambang Harymurti, dan Saldi Isra tidak menemukan jejak bukti suap kepada hakim konstitusi. Namun, sejujurnya kita juga gelisah karena hakim konstitusi tidak menetap di langit ketujuh yang tak terjangkau oleh uang. Mereka berpijak di bumi Indonesia, bumi yang paling subur korupsinya di kolong langit. Kita tak perlu memungkiri bahwa budaya suap memang mekar di Tanah Air.

Kita tak perlu pula mengingkari bahwa para pejabat hukum gemar memelihara bandar perkara untuk mengisi pundi-pundi mereka. Hakim konstitusi jelas potensial menghadapi godaan suap, terutama dari sengketa pemilu kepala daerah. Di antaranya, menghadapi kawan sendiri yang beperkara. Adalah fakta bahwa peserta pemilu kepala daerah sebagian terbesar calon yang diusung partai politik. Di lain pihak, sebagian hakim konstitusi juga berasal dari parpol, yang mengadili sengketa yang diajukan partainya. Bahkan, ada hakim konstitusi dari parpol yang mengadili sengketa pemilu kepala daerah yang diajukan bekas rekan sesama anggota DPR.

Terjadinya konflik kepentingan bukan hal yang mustahil. Akan tetapi, untuk sementara ini, sampai terbukti kemudian, marilah kita mencoba percaya bahwa sekalipun hakim konstitusi bukan malaikat, mereka tidak akan menjual nurani untuk kepentingan politik ataupun fulus. Sebaliknya, bila suap itu terbukti, hakim konstitusi yang menerima suap itu segera saja dibawa ke muka hukum dan divonis seberat-beratnya karena telah menggadaikan diri atas nama penjaga konstitusi. Bahkan, sebaiknya semua hakim konstitusi yang ada sekarang mengundurkan diri. Demi tegaknya kebenaran, bila tuduhan suap itu cuma omong kosong, Refly pun seharusnya juga diseret ke muka hukum untuk mempertanggungjawabkan kesembronoannya. 
Source : Editorial MI ( 08 November 2010)

No comments:

Post a Comment