Wednesday, November 10, 2010

Obama dan Fischer

DUA kepala negara datang bersamaan di Jakarta. Namun, kehadiran mereka mendapat tanggapan dan perlakuan yang berbeda, bahkan sangat kontras.

Kepala negara yang pertama tiba di Jakarta, Selasa (9/11), adalah Presiden Austria Heinz Fischer. Beberapa jam kemudian, baru datang rombongan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Publik memang tidak terlalu mengenal Presiden Heinz Fischer. Pengamanan terhadap rombongan Presiden Fischer pun sebatas protap yang ada.

Berbeda dengan Fischer, kedatangan Barack Obama jelas menyedot perhatian. Bukan hanya karena lebih populer di mata publik, Obama juga berasal dari sebuah negara adidaya.

Itu sebabnya, aparat keamanan menyiagakan kekuatan penuh untuk mengamankan kedatangan Obama. Bahkan, sejumlah jalan ditutup begitu rombongan berjalan dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Istana Merdeka, yang menyebabkan kemacetan luar biasa.

Pesona Obama memang luar biasa. Gaya bicaranya yang terkadang diselingi dengan bahasa Indonesia, membuat orang nomor satu di Amerika dan pernah sekolah di Menteng itu, membuat orang terpana.

Yang kemudian menjadi perdebatan di publik, seberapa pentingkah kehadiran Presiden Obama di Jakarta yang tidak lebih dari 24 jam itu?
Jelas, jawabannya tidak penting. Itu terlihat dari dipersingkatnya kunjungan Presiden Barack Obama. Juga, tidak ada tokoh penting Amerika lainnya yang dibawa Obama ke Jakarta.

Namun, bagaimanapun kehadiran Obama tentu memiliki makna. Setidaknya makna simbolis. Kunjungannya ke Masjid Istiqlal, misalnya, mempertegas bahwa Amerika tidak berniat perang melawan Islam.

Politik simbolis itulah yang sesungguhnya dibawa Obama ke Jakarta. Itu pula yang menyebabkan Obama tidak banyak mengumbar janji karena kekalahan Partai Demokrat dalam pemilu sela pekan lalu.

Berbeda dengan Obama, kedatangan Presiden Heinz Fischer terkesan biasa-biasa saja. Tidak ada penyambutan dan perlakuan luar biasa. Tetapi, kunjungan Presiden Fischer justru memberikan makna yang lebih penting. Lihat, misalnya, puluhan pengusaha yang dibawa Fischer ke Jakarta.

Jelas, itu mencerminkan keinginan kuat Austria untuk menjalin dan membangun hubungan ekonomi dengan Indonesia yang jauh lebih konkret.

Menurut Fischer, negaranya sangat tertarik untuk menanamkan investasi di bidang green technology, kesehatan, dan infrastruktur.

Tentu bukan tempatnya kita membandingkan nilai investasi dan perdagangan antara Austria dan Amerika Serikat dalam hubungannya dengan Indonesia.

Yang ingin kita katakan janganlah nama besar sebuah negara membuat kita berlebihan dalam memperlakukan kepala negara. Jangan pula, nama besar itu membuat kita lupa membedakan mana kepala negara yang membawa nilai-nilai strategis, mana yang hanya simbolis.

Obama tidak mencerminkan bahwa Indonesia penting. Kalau penting, mengapa kunjungan yang sudah singkat dipersingkat lagi? Obama terkesan ingin cepat-cepat meninggalkan Indonesia. 
Source : Editorial MI (11 November 2010)

No comments:

Post a Comment