Thursday, December 23, 2010

Anggaran Kejar Tayang

SETIDAKNYA ada dua penyakit kronis pengelolaan anggaran negara. Pertama, tingkat penyerapan yang tidak pernah maksimal. Kedua, penyerapan besar-besaran di akhir tahun bak sinetron kejar tayang.

Berbagai langkah, katanya, sudah dilakukan. Tetapi, tabiat buruk yang bersifat menahun itu tidak kunjung bisa dibereskan.

Itu pula yang bakal terjadi pada APBN Perubahan 2010. Tingkat penyerapannya diperkirakan hanya 91%, atau lebih rendah 1% jika dibandingkan dengan penyerapan tahun lalu yang mencapai 92%.

Menurut catatan, hingga akhir November 2010, belanja kementerian baru terserap 68%. Itu lebih rendah daripada penyerapan belanja kementerian pada 2009 yang mencapai 75%.

Dari 109 kementerian dan lembaga yang memperoleh kucuran dana APBN-P 2010, hanya 21 kementerian dan lembaga yang penyerapan anggarannya di atas 68%. Malah, 18 kementerian dan lembaga hanya menyerap anggaran kurang dari 50%.

Kondisi paling buruk justru terjadi pada penyerapan belanja modal. Realisasi belanja modal pemerintah hingga 15 Oktober 2010 hanya 38% atau Rp36 triliun, lebih rendah daripada belanja modal periode yang sama pada 2009 sebesar Rp37,4 triliun.

Padahal, pos belanja modal dalam APBN paling penting mengingat efek pengali (multiplier effect) kepada perekonomian nasional sangat tinggi. Dengan penyerapan yang lambat, dampak belanja modal kepada perekonomian pun berkurang.

Misalnya pembangunan jalan. Bila dari akhir kuartal satu sudah berjalan, petani bisa menikmatinya ketika memasuki puncak panen. Arus distribusi hasil panen menjadi lancar dengan ongkos yang tidak kelewat mahal sehingga inflasi akibat kenaikan bahan pangan bisa ditekan.

Tabiat lelet menyerap anggaran dari kementerian dan lembaga di tingkat pusat ini pun ditiru pejabat dan sejumlah institusi di daerah. Banyak daerah lebih suka memarkir anggaran di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan baru mengeluarkannya satu bulan menjelang akhir tahun.

Konsekuensi penyerapan anggaran yang rendah ialah teronggoknya dana tidak produktif dalam bentuk saldo anggaran lebih, yang pada awal 2011 diprediksi mencapai Rp100 triliun. Sebuah angka dahsyat yang lebih tinggi daripada anggaran subsidi bahan bakar minyak yang selama ini disebut-sebut membebani APBN.

Padahal, kalau dana Rp100 triliun itu diwujudkan dalam berbagai proyek, gerak perekonomian pasti kian cepat.

Mengingat hebatnya dampak buruk penyerapan anggaran dan penumpukan pencairan anggaran di akhir tahun bagi perekonomian kita, efek jera harus ditegakkan. Jangan beri ampun lagi kementerian, lembaga, dan daerah yang tidak kunjung cerdas dan cekatan mengelola anggaran.

Selain harus memotong anggaran mereka tahun berikutnya, para pihak yang tidak becus merencanakan anggaran harus mengembalikan uang sisa anggaran yang tidak terserap itu. Sudah waktunya pula, institusi KPK diajak menelisik anggaran kejar tayang di akhir tahun yang berpotensi diselewengkan itu.

Jangan sampai pemangku kepentingan di negeri ini dicap sebagai 'superkeledai' yang terantuk di lubang yang sama berkali-kali. 
Source : Editorial MI (24 Desember 2010)

No comments:

Post a Comment