Sunday, December 5, 2010

Membabat Politik Uang

NEGERI ini sesungguhnya memiliki daftar panjang orang-orang yang berkapasitas, berkompetensi, dan berintegritas tinggi untuk menjadi pemimpin di level daerah. Akan tetapi, ratusan pemilu kada langsung di tingkat lokal, ternyata cenderung menghasilkan terpidana.

Penyebabnya tak lain dan tak bukan, karena sistem rekrutmen yang jauh lebih mementingkan gizi daripada visi dan misi. Mutu dikalahkan uang. Bertambah celaka, karena partai politik yang semestinya menjadi salah satu agen demokrasi, justru menyuburkan praktik politik uang.

Partai bahkan dengan sadar dan sengaja membunuh kadernya sendiri, dengan cara membuka pintu selebar-lebarnya bagi orang-orang dari luar partai yang ingin berkuasa dengan syarat mereka menyediakan dana. Partai malah sangat kreatif mencari orang-orang berduit untuk dipasang sebagai calon kepala daerah.

Demikian besar peranan politik uang, sehingga untuk mengembalikan uang yang sudah diinvestasikan dalam pemilu kada itu, orang harus korupsi besar-besaran. Seorang gubernur, misalnya, hanya berpenghasilan Rp8,6 juta per bulan, padahal untuk memenangi pemilu kada menghabiskan Rp100 miliar.

Tidak mengherankan banyak kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi.

Hingga Oktober 2010, Kementerian Dalam Negeri mencatat 150 wali kota dan bupati menjadi tersangka korupsi.

Anehnya, tidak ada satu pun partai politik yang malu karena telah menghasilkan koruptor. Sebaliknya, warga pun tidak menyesal atas pilihannya. Fenomena kepala daerah masuk penjara ini jelas menunjukkan betapa sakit bangsa ini.

Tahun depan, seperti disimpulkan dalam diskusi Politik dan Ekonomi Indonesia 2011 yang diselenggarakan Media Group pekan lalu, praktik politik uang itu masih akan terjadi. Pertanyaannya, apakah yang harus dilakukan untuk menghabisi politik uang ini?

Ada dua jawaban besar. Pertama, kepala daerah cukup dipilih DPRD. Politik uang belum habis tuntas, tapi yang rusak hanya sejumlah anggota DPRD, sedangkan rakyat diselamatkan dari busuknya politik uang.

Kedua, partai politiklah yang bertanggung jawab mengusung kader-kader terbaiknya untuk bertarung menduduki tampuk pimpinan daerah. Ini berarti partai harus mampu mengembangkan modal sosial sehingga anggota dan simpatisannya percaya kepada sang kader dan memilihnya dengan ketulusan hati.

Paralel dengan perbaikan rekrutmen di tingkat partai politik itu, siapa pun yang tertangkap memberi dan menerima uang dalam pemilu kada, berapa pun nilainya, segera masukkan ke penjara. 
Source : Editorial MI (06 Desember 2010)

No comments:

Post a Comment