Wednesday, December 1, 2010

Yogya Mawa Cara

CAR-cor kaya kurang janganan, peribahasa Jawa yang artinya asal bicara tanpa dipikir dulu, tampaknya tepat ditujukan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Presiden, dalam pernyataannya mengenai RUU Keistimewaan Yogyakarta, Jumat (26/11), menekankan bahwa sistem yang dianut di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak mungkin monarki karena bertabrakan dengan konstitusi dan nilai demokrasi.

Pernyataan itu jelas menyakiti rakyat Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono X pun menampik tudingan menjalankan sistem monarki di pemerintahan DIY. "Saya tidak paham dengan monarki yang dimaksud Presiden SBY," ujarnya.

Presiden BY tampaknya benar-benar melupakan sejarah. Pada 5 September 1949, Sultan HB IX dan Paku Alam VIII menyerahkan maklumat kepada Presiden Soekarno yang isinya Yogyakarta menjadi bagian NKRI. Bahkan untuk kepentingan memuluskan kemerdekaan, Yogyakarta pun pernah menjadi ibu kota negara.

Peran nyata itulah yang membuat Yogyakarta mendapat perlakuan istimewa, seperti halnya Aceh yang membantu revolusi lewat bantuan pesawat Seulawah ke pemerintah pusat.

Pada tahun 1959, keistimewaan Yogyakarta itu kembali diperkuat lewat Undang-Undang Tahun 1959. Namun pemerintahan Soeharto yang berkuasa penuh saat itu secara diam-diam menenggelamkan keistimewaan yang diberikan lewat undang-undang tanpa persetujuan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Kini, meski berstatus daerah istimewa, Yogyakarta hanya memiliki keistimewaan yakni kepala daerah diangkat otomatis. Lainnya tetap sama seperti pemerintahan daerah lainnya.

Akibat ngomong ceplas-ceplos ora dipikir dhisik (bicara asal-asalan tanpa dipikir dahulu), Pak BY telah menyulut api. Rakyat terlanjur sakit hati. Sadar atau tidak, dalam budaya kerajaan Jawa, rakyat hanya akan tunduk pada raja. Buktinya, ketika Sri Sultan Hamengku Buwono X mencalonkan diri dalam pemilihan presiden tempo hari, warga Yogyakarta tidak rela.

Mungkin saja SBY lupa sejarah. Tetapi jika dia belajar di bangku sekolah dasar di Pacitan, tentunya dia hafal dengan peribahasa Desa mawa cara, negara mawa tata, yang artinya setiap tempat punya cara atau adat sendiri-sendiri.

Jadi biarkan saja Yogya mawa cara atau Yogyakarta punya cara untuk mengatur pemerintahannya sepanjang masih di pangkuan Ibu Pertiwi.
Source : Media Indonesia

No comments:

Post a Comment