Wednesday, January 5, 2011

Selamat Datang Liga Primer

SEBUAH kompetisi sepak bola profesional dan mandiri lahir di Tanah Air. Namanya Liga Primer Indonesia (LPI).

Kota Solo di Jawa Tengah akan mencatatkan diri dalam sejarah karena di sinilah bergulir untuk pertama kali kompetisi LPI pada 8 Januari nanti. Klub Kota Malang, Persema, adalah salah satu anggota baru yang berani melawan borgol kompetisi yang selama ini dikunci rapat oleh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).

Si jabang bayi ini belum lahir saja sudah dicekik PSSI yang merasa hegemoni mereka terganggu. Berbagai alasan dicari untuk menggagalkan kelahiran LPI yang digagas pengusaha Arifin Panigoro itu.

PSSI menilai LPI dan kegiatannya ilegal. Klub yang menjadi anggota LPI tidak diakui PSSI dan para pemainnya dilarang bergabung ke dalam tim nasional. Sikap PSSI menyebabkan pemain potensial Irfan Bachdim yang sejak awal bergabung dengan Persema terancam dicoret dari timnas.

Liga Primer lahir di momen yang tepat. Tepat karena inilah saat yang belum pernah terjadi dalam sejarah sepak bola, publik begitu antusias menonton dan membayar. Banjir penonton yang antre karcis dalam turnamen Piala Suzuki yang baru lalu adalah contoh kebangkitan antusiasme itu.

Ketika PSSI memvonis LPI sebagai kegiatan ilegal, jelas terlihat orientasi yang sangat berbeda di antara keduanya. PSSI lebih mengutamakan legalitas organisasi dan para pengurusnya, sedangkan LPI fokus pada mutu kompetisi, sesuatu yang boleh dikatakan telah mati selama era kepemimpinan Nurdin Halid. Itulah sebabnya desakan publik agar Nurdin mengundurkan diri tidaklah mengada-ada.

Profesionalisme dan kemandirian adalah perbedaan fundamental antara LPI dan Liga Super Indonesia (LSI) yang dikelola PSSI. LPI menggerakkan kompetisi tanpa menyusu kepada APBD, sedangkan LSI bergantung pada suntikan dana pemerintah. Kalau sebuah kompetisi masih mengemis dana pemerintah, bagaimana mungkin menegakkan kemandirian?

Terlihat benar betapa PSSI lebih mementingkan establishment daripada mutu. LPI yang tidak menuntut diakui atau tidak oleh FIFA dilihat Nurdin dkk sebagai jalan lain perebutan takhta kepemimpinan PSSI.

Publik tidak membutuhkan itu. Pecinta sepak bola di Tanah Air menuntut mutu sepak bola sebagai permainan yang sekaligus enak sebagai tontonan. Sepak bola yang enak ditonton telah mati di tangan Nurdin.

Seharusnya PSSI menerima kehadiran LPI dengan lapang dada karena itulah organisasi yang memperkaya kompetisi di Tanah Air. Dari kompetisi yang kaya dan bermutu akan lahir tim sepak bola yang bermutu di tingkat dunia. Bila sepak bola kita bermutu, keinginan Nurdin menjadikan Indonesia tuan rumah Piala Dunia masuk akal.

Yang sulit diterima akal sehat adalah keinginan PSSI menjadikan Indonesia tuan rumah Piala Dunia di tengah kompetisi sepak bola yang amburadul.

Publik tidak ingin selera sepak bola mereka dikelabui dan dijajah kompetisi dengan PSSI sebagai penyelenggara tunggal. Karena itu, kita sambut gembira kompetisi Liga Primer yang menjanjikan mutu untuk memperkaya kualitas sepak bola Indonesia. Apanya yang salah dengan LPI? 
Source : Editorial MI (05 Januari 2011)

No comments:

Post a Comment