Sunday, November 7, 2010

Pemimpin yang Menambah Luka

PARA pemimpin bangsa ini seperti sudah kehilangan empati. Mereka seolah tak lagi punya nurani.

Bayangkan, ketika rakyat tergeletak tak berdaya tertimpa berbagai bencana, banyak pemimpin negeri ini justru bepergian ke luar negeri.

Kita saksikan sejumlah anggota DPR studi banding ke luar negeri. Lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali berangkat menghadiri pertemuan puncak ASEAN di Vietnam, setelah hanya menyempatkan diri kembali ke Tanah Air menengok korban bencana Mentawai.

Yang paling mutakhir adalah keberangkatan Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno ke Jerman ketika tanggap darurat bencana gempa dan tsunami Mentawai masih berlangsung.

Irwan beralasan kunjungannya sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelum gempa dan tsunami menerpa Mentawai. Irwan seperti pura-pura tidak tahu bahwa Mentawai termasuk Sumatra Barat.

Pertanyaannya, tak bisakah Irwan mengurungkan rencananya demi rakyat Mentawai? Lalu, di manakah sensitivitas seorang gubernur pada penderitaan rakyatnya? Padahal, Irwan pernah menjadi wakil rakyat di DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, kedudukan yang mestinya membuatnya tahu benar arti penderitaan rakyat.

Irwan harus belajar kepada Presiden Barack Obama yang pada Juni 2010 membatalkan kunjungannya ke sejumlah negara, termasuk Indonesia, demi menyelesaikan bencana lingkungan di Pantai Louisiana akibat tumpahan minyak di Teluk Meksiko.

Irwan juga berargumentasi dirinya sudah menyerahkan penanganan bencana kepada Wakil Gubernur Muslim Kasim. Kita kembali bertanya, mengapa tidak dibalik saja, wakil gubernur yang berangkat ke Jerman, sedangkan Irwan tetap berada di tengah-tengah rakyat, memimpin penanggulangan bencana Mentawai? Bukankah pemimpin semestinya senantiasa hadir di tengah-tengah rakyat, apalagi ketika rakyat tengah berduka?

Irwan harus belajar dari Presiden Cile Sebastian Pinera yang memimpin langsung penyelamatan para penambang yang tertimpa bencana, terperangkap di lokasi penambangan. Pinera berada di tengah proses penyelamatan para penambang sejak awal hingga selesai.

Irwan memang sempat tiga hari berada di lokasi bencana. Akan tetapi, itu tidak cukup. Sebab, tanggap darurat bencana Mentawai masih berlangsung dan rakyatnya masih berkabung.

Kepergian Irwan ke Jerman di tengah tanggap darurat yang sedang berjalan jelas menunjukkan bahwa Pak Gubernur hanya separuh hati menangani bencana Mentawai.

Kepergian Irwan juga menyisakan kontroversi. Kontroversi itu adalah apakah keberangkatannya ke Jerman sudah seizin Presiden atau tanpa izin?

Soal izin Presiden sesungguhnya hanyalah soal formal, soal prosedural belaka. Duduk persoalan keberangkatan Gubernur Irwan ke luar negeri lebih merupakan persoalan etika, persoalan tanggung jawab moral seorang pemimpin, yang kekuatannya terletak pada hati nurani. Akan tetapi, nurani itulah yang telah hilang.

Gempa dan tsunami melukai fisik warga Mentawai. Kini, kepergian gubernur ke luar negeri melukai hati. Dan, luka hati sulit dibalut, sulit diobati. 
Sumber : Editorial MI (06 November 2010)

No comments:

Post a Comment