Sunday, December 19, 2010

Jangan Banggakan Naturalisasi

UPAYA PSSI membesut tim nasional dengan program naturalisasi pemain asing guna memperkuat tim 'Merah Putih' mulai menunjukkan hasil. Dalam ajang Piala Federasi Sepak Bola ASEAN (AFF) 2010 yang masih berlangsung, hingga babak semifinal Indonesia menjadi tim paling menonjol.

Dengan determinasi dan produktivitas gol yang berhasil dicapai saat menghadapi Malaysia dan Laos di babak penyisihan, tim 'Merah Putih' menunjukkan permainan yang selama ini tidak pernah berhasil ditampilkan. Setelah menundukkan Thailand, di babak semifinal pertama skuat 'Merah Putih' pun berhasil mengalahkan 'tuan rumah' Filipina sekalipun hanya dengan skor 1-0.

Dengan semua kemenangan itu, tim nasional pun mulai meraih simpati penonton sekaligus menumbuhkan bibit kebanggaan atas tim nasional yang sudah lama pupus dan belum pernah berhasil dibangkitkan kembali.

Ada dua kunci kemajuan. Pertama, peranan pelatih asal Austria, Alfred Riedl. Ia tidak hanya keras menegakkan disiplin, tetapi juga mampu meramu permainan menyerang yang atraktif.

Kedua, kontribusi pemain naturalisasi Cristian Gonzales, yang kemudian juga menjadi pijakan bagi Badan Tim Nasional (BTN) PSSI untuk melangkah lebih jauh lagi menerapkan konsep naturalisasi. Kewarganegaraan dua pemain keturunan asal Belanda segera diproses untuk masuk tim nasional. Lima pemain asing lainnya pun sudah masuk daftar berikutnya demi memperkuat tim nasional menghadapi ajang SEA Games dan Pra-Piala Dunia 2011.

Harus diakui, program naturalisasi pemain, sampai tingkat tertentu, telah menciptakan perbedaan dalam persepakbolaan nasional kita. Pertanyaannya, bukankah itu jalan pintas yang kelak justru menghancurkan kapabilitas anak bangsa?

Sebaiknya kita belajar dari Singapura. Inilah negara ASEAN pertama yang menerapkan konsep naturalisasi pemain pada 2002 dengan hasil yang membanggakan. Tapi sekarang, di Piala Suzuki AFF 2010 ini, Singapura remuk.

Setiap negara tentu memiliki alasan untuk menjalankan program pewarganegaraan itu. Singapura yang berpenduduk 5 juta jiwa masuk akal menggunakan naturalisasi sebagai jalan keluar. Dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, tepatkah kita menerapkan konsep itu?

Harus dicermati pula jangan sampai naturalisasi menjadi andalan untuk membenahi olahraga atau bidang-bidang lain yang karut-marut di negeri ini. Sekalipun naturalisasi merupakan metode yang sah, ia hanya efektif jangka pendek. Itulah sebabnya Malaysia tegas menolak naturalisasi dan memilih menempuh jalan panjang yang lebih membanggakan, yaitu membina atlet muda.

Alih-alih mengatasi persoalan substansial, naturalisasi yang merupakan jalan pintas itu akan menghambat kemampuan bangsa untuk mengembangkan potensi sendiri. Suatu hari, karena frustrasi dengan kemampuan pemimpin nasional, jangan-jangan kita pun latah menggunakan naturalisasi pemimpin asing. 
Source : Editorial MI (18 Desember 2010)

No comments:

Post a Comment