Tulisan ini sebagai refleksi saya, saya sebagai generasi muda Indonesia. Saya sebagai pemimpin masa depan Indonesia, dan tidak muluk muluk pemimpin bagi diri saya sendiri.
Jujur saya tidak sempurna, tidak selalu melaksanakan kebaikan, melaksanakan kebenaran, banyak salah yang saya lakukan, dan masih terlalu banyak.
Namun, semangat saya untuk melaksanakan perubahan selalu saya tegakkan, saya selalu mencoba merubah, merubah, dan merubah. Perubahan untuk menjadi lebih baik, baik, dan baik.
Saya prihatin dengan kondisi ini, kondisi sekarang, saat ini yang terjadi, diri saya ingin berontak sebenarnya, namun toh percuma berontakan saya tidak akan pernah dipedulikan, karena saya pikir kalian semua menganggap saya ‘gila’.
Saya ingin kita hidup damai, saya ingin kita tidak dengan mudah meneteskan darah. Saya tidak ingin pertiwi ini menangis, mengangis bukan karena pertiwi ini sedang terkena bencana, tapi mungkin iya terkena bencana. Bencana nasional, bencana kerukunan, bencana seolah tidak nilai luhur pertiwi ini diinjak - injak, dicemooh, di hujat, dan seenaknya dilanggar.
Kalau saya ingin berontak, saya ingin kembali seperti dulu, kembali pertiwi ini seperti dulu, saya tidak ingin kita sebagai bangsa ini, saling pukul - memukul, saling lawan - melawan, dan saling ricuh - mericuh. Maafkan kata - kata saya yang tidak EYD. Tulisan ini rasa emonsional saya terhadap kondisi bangsa ini. Kalau saya mau jujur, saya ingin melakukan perubahan, menyadarkan semuanya, menyadarkan bahwa kita seperti orang bego, orang yang tolol yang gag pernah punya akal, yang selalu menggunakan okol untuk menyelesaikan masalah, mana bukti kalau kita Negara pancasila, menjunjung tinggi nilai pancasila, mana rasa itu? Mana sikap itu? Mungkin saya tidak seuutuhnya menjalankan itu, tapi keadaan sekarang rasanya sulit menegakkan nilai pancasila.
6 bulan yang lalu, saya masih optimis bahwa kita masih menjunjung ke-Pancasila-an. Bahkan desember tahun lalu, saya makin optimis bahwa negeri ini akan bangkit, bagaimana melihat orang semua berjuang mati - matian demi Indonesia. Tapi akhir akhir ini, rasa optimis saya kembali mengecil, saya tidak berani mengatakan itu semua.
Kejadian, di Banten, Temanggung, dan Pasuruan, cukup mencoret rasa itu. Bahkan muncul lagi kejadian di Nusa Tenggara. Mereka beringas, saling memangsa, saling memukul, menghujat, mencemooh. Tidak cukupkah musyawarah hingga itu terjadi, atau mereka tidak mengerti dan mengenal musyawarah.
Refleksi saya, tulisan ini ingin saya tujukan kepada bapak Presiden yang saya kagumi, saya hormati, saya junjung, saya banggakan, kebanggaan saya kepada bapak tidak pernah pudar, rasa salut saya tidak pernah pudar sedikitpun. Saya yakin, saya yakin bapak bisa, seperti dulu bapak menyakinkan saya dengan kata - kata BISA!
Kembalikan Negara ini ke jalur yang telah dibuat dengan susah payah oleh para pejuang bangsa ini yang rela darahnya menetes demi INDONESIA, yang rela hartanya dirampas demi INDONESIA. Saya yakin bapak juga seperti itu. Saya 1000% yakin. Tolong keyakinan saya, dan saya yakin keyakinan 250 juta penduduk Indonesia tidak disia siakan.
Refleksi ini mungkin cukup “gila” tapi sebagai generasi muda, saya tidak ingin melihat ini, apa jadinya jika kita terus terusan dipertontonkan dengan adegan ini, tiap saya menyalakan televisi, selalu berita yang dimuat, kekerasan antar orang Indonesia. Saya pribadi sangat prihatin. Bapak bisa melakukan perubahan, bapak punya segalanya, dan bapak punya wewenang untuk itu.
Kembalikan lagi Negara ini ke Negara pancasila, Negara pancasila, PANCASILA! Jangan sia - siakan para pahlawan kita menangis, karena kita mempertahankan itu sulit bapak. Saya ingin melihat Indonesia saling bahu - membahu, seperti dulu yang saya dapatkan masa SD, gotong - royong, toleransi, sikap tolong - menolong. Bukan seperti ini yang dipertotonkan, saling kuat dan adu jotos.
Dan yang parah lagi, sikap itu tidak “hanya” dimiliki oleh rakyat yang tidak mengerti apa apa, bahkan sering dilihatkan oleh public figure kita, baik pejabat public maupun artis. Tidak heran kalau kita tidak kunjung maju dengan pesat. Kalau kita masih punya sikap seperti ini, sikap anarkitisme. Bukan lembaga yang salah bapak, bukan ormas yang salah. Tapi kedewasaan kita yang salah.
Saya Cuma ingin mengatakan satu tulisan dari sebuah judul lagu, MAU DIBAWA KEMANA? Mau dibawa kemana negeriku tercinta ini. Saya sangat merindukan kedamaian, gemah ripah loh jinawi.
Selesai.
*Alfian Nur Mujtahidin (Mahasiswa Teknik Fisika UGM)
No comments:
Post a Comment